Rabu, 13 Agustus 2008

Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering The Corporation)

Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering The Corporation)
(lanjutan}

Kadang-kadang, efisiensi suatu bagian perusahaan membebani biaya efisiensi
perusahaan secara keseluruhan. Sebuah pesawat milik perusahaan penerbangan
besar Amerika suatu sore terpaksa mendarat di bandara A untuk suatu
perbaikan, tetapi mekanik terdekat yang memenuhi syarat untuk melakukan
perbaikan itu bekerja di bandara B. Manajer bandara B menolak mengirim
ahli
mekaniknya ke bandara A sore itu karena setelah menyelesaikan perbaikan
mekanik tersebut harus menginap di hotel, dan biaya hotel mestinya
masuk ke
anggaran B. jadi, mekanik baru dikirm ke bandara A esok paginya, sehingga
memungkinkannya memperbaiki pesawat dan kemudian kembali lagi pada
hari yang
sama. Pesawat seharga berjuta-juta dolar diam menganggur, dan perusahaan
kehilangan beratus-ratus dari ribuan dolar penghasilannya, tetapi
manajer B
tidak terkena rekening biaya hotel $100. Manajer B tidaklah bodoh, tidak
pula ceroboh. Dia melakukan dengan tepat apa yang seharusnya dilakukannya:
mengontrol dan meminimalkan pengeluarannya.

Pekerjaan yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi dari beberapa
departemen yang berbeda dalam sebuah perusahaan sering menjadi sumber
masalah. Ketika para pengecer mengembalikan barang-barang yang tak terjual
sebagai piutang kepada sebuah perusahaan penghasil produk konsumsi
terkenal,
tiga belas departemen ikut terlibat. Bagian penerima menerima barang,
gudang menerimanya untuk disimpan, manajemen persediaan memperbarui
catatannya untuk mencatat penerimaan itu, bagian-bagian promosi menentukan
berapa harga barang-barang yang terjual, akuntan penjualan menyesuaikan
komisi, akuntan umum memperbarui catatan keuangan, dan seterusnya. Namun
tak ada satu pun departemen yang secara khusus bertugas menangani
pengembalian tersebut. Bagi masing-masing departemen yang terlibat,
pengembalian merupakan gangguan yang berprioritas rendah. Tidak
mengherankan kesalahan-kesalahan sering terjadi. Barangbarang pengembalian
akhirnya "hilang" di gudang. Perusahaan membayar komisi untuk
barang-barang
yang tak terjual. Lebih buruk lagi, pengecer-pengecer tidak mendapatkan
piutang yang mereka harapkan, dan mereka menjadi marah, sehingga secara
efektif menggagalkan semua usaha penjualan dan pemasaran.

Pengecer-pengecer yang kecewa enggan mempromosikan produk-produk baru
perusahaan itu. Mereka juga menunda membayar rekening mereka, dan sering
hanya membayar apa yang mereka anggap hutang setelah memotong biaya
pengembalian. Ini menyebabkan departemen piutang dagang menjadi kacau,
karena para pelanggan menemukan ketidaksesuaian faktur perusahaan.
Akhirnya, perusahaan menjadi gampang menyerah, tidak mampu melacak apa
yang
sebenarnya terjadi. Perkiraan biaya-biaya dan rugi tahunannya dari
pengembalian barang dan masalah-masalah yang ditimbulkannya saja mencapai
sembilan angka. Dari waktu ke waktu, manajemen perusahaan telah berusaha
memperketat proses pengembalian yang bertele-tele ini, namun ini tidak
akan
membuat departemen-departemen bekerja dengan baik, lebih cepat daripada
tumbuhnya masalah-masalah baru lainnya.

Bahkan jika pekerjaan yang dilakukan kemungkinan mempunyai dampak
besar pada
jalur bawah, perusahaan-perusahaan sering tidak mempunyai seorang yang
bertanggung jawab. Sebagai bagian dari proses perijinan pemerintah untuk
obat-obatan bari yang dijual bebas misalnya sebuah perusahaan farmasi
membutuhkan hasil studi lapangan pada tiga puluh orang pasien yang selama
seminggu mengkonsumsinya. Untuk memperoleh informasi ini, membutuhkan
waktu
dua tahun. Ilmuwan perusahaan perusahaan menghabiskan ernpat bula untuk
merencanakan studi tersebut dan menentukan jenis data yang harus
dikumpulkan.

Sebenarnya untuk perancangan studi hanya rnembutuhkan dua minggu, tetapi
untuk mendapatkan ilmuwan-ilmuwan lain gura memeriksa ulang itu
membutuhkan
empat belas minggu. Kemudian, seorangg dokter menghabiskan dua bulan dalam
menjadwal dan memimnpin wawancara untuk merekrut dokter-dokter lain
yang akan
rnengidentifikasi pasien-pasien yang tepat dan yang benar-benar akan
menangani obat percobaan tersebut. Meminta ijin rumah sakit yang terlibat
membutuhkan sebulan, sebagian besar habis untuk menunggu jawaban. Para
dokter yang melaksanakan penelitian selama serninggu tersebut dibayar di
muka, jadi mereka tidak mempunyai insentif untuk mempercepat tugas mereka.
Mengumpulkan catatan-catatan yang dibuat oleh dokter-dokter tersebut
memerlukan waktu dua bulan. Kemudian, pelaksana studi mengirim
catatan-catatan sebagai masukan data, di mana kesalahan yang ditemukan
mencapai sekitar 90%-nya. Kemudian mereka dikembalikan lagi pada perancang
protokol, yang mengirirnkan data tersebut ke pelaksana studi, yang
mengembalikan mereka ke dokter, yang mencoba memperbaiki
kesalahan-kesalahan
tersebut. Sebagai hasil dari proses studi lapangan itu sendiri (bukan
proses perizinan pemerintah), perusahaan tersebut kehilangan laba selama
hampir dua tahun, jutaan dolar dari nilai obat ini, seperti juga pada
produk-produk lainnya. Masih saja sampai sekarang, tak seorang pun pada
perusahaan itu yang mempunyai tanggung jawab penuh dalam pelaksanaan
studi~studi lapangan.

Sumber : Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering The Corporation)
Michael Hammer & James Champy

Tidak ada komentar: